Review  Buku The 7 Habits of Highly Effective People (Seri kedua)

Menjadikan suatu kebiasaan sebagai identitas kita berarti mengadopsi suatu prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan dalam buku ini yaitu prinsip-prinsip bertumbuh dan berkembang. Prinsip ini yang kemudian kita jadikan pedoman dalam perubahan persepsi kita dalam melihat segala sesuatu. Sekarang coba perhatikan gambar di bawah ini. Kira-kira apa yang terlintas di pikiran kita ketika melihat gambar tersebut?

source of pic : https://www.kedaibukucikgu.com/the-7-habits-of-highly-effective-people-edisi-bahasa-melayu-l160-16764.html

Apakah kita melihat seorang wanita yang masih muda menggunakan kalung atau bahkan melihat seorang wanita tua ? Tentu kita di satu sisi akan mengatakan kita melihat seorang wanita muda yang menggunakan kalung sedang acuh tak acuh melihat ke sisi lainnya, Namun di sisi lain kita bisa mengatakan kita melihat gambar seorang wanita tua.

Demikian bahwa satu sama lain di antara kita dapat melihat maupun memandang segala sesuatu dengan cara yang berbeda. Hal ini akan mempengaruhi kita dalam bertindak pula, bayangkan jika dia adalah seorang wanita muda yang sedang ingin menyeberang jalan, tentu saja kita akan mudah berpendapat bahwa ia tidak perlu ditolong karena tentu mampu melaluinya dengan mudah. Namun lain halnya jika ia adalah wanita tua yang sudah berumur 70 tahunan tentu kita berpendapat bahwa ia harus ditolong untuk dapat menyeberangi jalan dengan selamat.

Persepsi kita mempengaruhi kita berperilaku dan bertindak. Kita dapat bertengkar meributkan hal tersebut. Bayangkan kembali ada orang yang berada di dua sisi berbeda dari gambar di bawah ini. Tentu, jika ditanyakan angka berapa yang ada di sana, seorang di sisi lain akan mengatakan angka 6, namun seorang lainnya akan mengatakan ia melihat angka 9.

Souce of pic: https://www.kompasiana.com/bernardndruru/5ddbe42ed541df471a1ab642/gaya-69-menggelitik-tapi-meluruskan-cara-berpikir

Sehingga, Stephen Covey merasa bahwa sebelum masuk lebih jauh untuk membaca intisari buku ini, ia mengajak kita untuk berpikir sejenak terkait hal-hal apa saja yang mempengaruhi cara kita memandang segala sesuatu. Pengalaman, situasi tidak mengenakkan, atau apapun itu yang mempengaruhi kita melihat dunia sekitar kita.

Setelah kita mampu melihat sejenak pengalaman yang membentuk persepsi kita, kini Stephen Covey mengajak kita untuk naik dalam tingkatan berpikir lainnya. Yaitu tingkatan berpikir yang selalu mau mengoreksi cara-cara memandang segala sesuatu. Cara berpikir yang bertumbuh dan selalu mau diperbaharui.

Dari Dalam ke Luar

7 Kebiasaan efektif menurut Stephen Covey terbagi atas 2 tingkatan. Tingkatan pertama menuju satu kemandirian diri pribadi, tingkatan kedua menuju apa yang disebutnya sebagai kesaling tergantungan. Tingkatan pertama berisi 3 kebiasaan, dan tingkatan kedua berisi 4 kebiasaan. 3 kebiasaan di awal merupakan kebiasan-kebiasaan yang menuntut perubahan diri secara internal. Dari dalam terlebih dahulu. Setelah itu 4 kebiasaan lainnya berkaitan dengan hubungan dengan orang lain. Namun, Stephen Covey mengingatkan bahwa tidak harus sempurna di 3 kebiasaan awal baru lanjut ke kebiasaan lainnya. Namun ia mendorong kita untuk selalu dapat memperbaharui diri menuju tercapainya kebiasaan tersebut.

Souce of Pict :https://supersuga.wordpress.com/2010/03/08/7-habits-1-setiap-kendala-ada-kendali/

Kebiasaan 1 Jadilah Proaktif

Apa yang membedakan kita dengan makhluk hidup lainnya, sebut saja Hewan ? Selain tentu saja hal-hal fisik yang kelihatan. Namun Apa perbedaan mendasar kita manusia dengan burung, kucing, tumbuhan dan makhluk hidup lainnya ? Kesadaran diri. Stephen Covey menyebut bahwa hal penting yang membedakan kita manusia dengan yang lainnya yakni manusia memiliki kesadaran diri. Kesadaran untuk melihat diri kita sendiri, melihat keadaan kita, mengevaluasi peristiwa hidup kita, belajar dari pengalaman lalu memperbaiki diri kita.

Kesadaran diri ini termasuk melihat apakah diri kita saat ini merupakan bentukan sosial, lingkungan, keluarga atau hal lainnya. Apakah kita berperilaku, berpakaian, berucap karena di pengaruhi oleh keadaan sekitar kita atau timbul dari keinginan diri kita sendiri? Contoh saja pakaian yang kita gunakan saat ini. Apakah itu timbul karena dipengaruhi tren fashion saat ini atau memang karena kita ingin berpakaian dengan model seperti itu ?

Mungkin beberapa menjawab bahwa kita menggunakan model pakaian itu karena pilihan sadar dari diri sendiri, namun mungkin ada juga yang menjawab karena dipengaruhi tren fashion yang ada. Artinya kita meresponi dan bertindak sesuai dengan stimulus yang kita dapatkan. Stimulus – Respon. Kita mendapatkan dorongan atau rangsangan maka  kita kemudian meresponnya. Lantas apakah semua dorongan atau rangsangan itu membuat kita langsung otomatis meresponnya? Apakah sebenarnya kita memiliki andil untuk memberikan respon atau tidak memberikan respons ? Jawabannya tentu saja, Ya kita memiliki andil untuk itu.

Seperti di awal dikatakan bahwa kita memiliki hal mendasar yang membedakan kita dengan makhluk hidup lainnya yaitu Kesadaran diri. Kesadaran diri ini membawa kita pada suatu kebebasan untuk memilih merespon mengikuti dorongan atau rangsangan yang diberikan atau tidak memberikan respon sama sekali. Kita bebas untuk memilih berpakaian seadanya seperti biasanya atau mengikuti tren fashion dari waktu ke waktu.

Jadilah Proaktif

Kesadaran diri dan kebebasan inilah yang membawa kita pada kebiasaan efektif pertama yaitu Proaktif. Pro-Aktif tidak hanya dimaksudkan sebagai inisiatif, namun lebih itu, sebuah kesadaran bahwa kita bertanggung jawab atas apapun yang terjadi di dalam hidup kita. Tanggung jawab  (Responsibility = Respons – Ability /Kemampuan memberikan respon). Kita memiliki kemampuan untuk memilih meresponi akan berpakaian seperti apa, menjalani hidup seperti apa, bersikap seperti apa.

Kita memiliki kebebasan untuk memilih sakit hati atau tidak terhadap ucapan orang lain, kecewa atau tidak terhadap sikap orang lain, mengikuti gaya hidup hedonis atau bersikap sederhana, memilih menikah mewah atau sederhana, memilih pekerjaan yang sesuai bakat atau minat atau bertahan di tempat kerja yang membosankan, memilih resign atau memilih menetap di satu pekerjaan.  Seorang yang proaktif tidak menyalahkan keadaan, atau lingkungan, atau orang sekitarnya atas apa yang terjadi pada dirinya.

Orang yang pro-aktif tidak dipengaruhi oleh lingkungannya, mereka adalah orang-orang yang secara sadar mau bersikap seperti apa, dan memilih apa. Victor Frankl seorang yang pernah merasakan pengalaman di tawan dan diperlakukan tidak manusiawi oleh Nazi (Pengalamannya di bukukan dalam buku Mencari Makna hidup/Man’s search for meaning) mengatakan bahwa ada tiga nilai pokok dalam kehidupan yaitu Pengalaman (yang terjadi pada diri kita), Kreatifitas (yang kita ciptakan) dan Sikap, atau respons kita. Stephen Covey menilai bahwa yang tertinggi dari ketiganya yaitu Respons, bagaimana kita meresponi yang terjadi dalam hidup kita.

Proaktif bukan berarti harus agresif. Agresif bertindak mengikuti rangsangan yang diberikan. Saya diperlakukan buruk maka saya meresponinya dengan berlaku buruk pula. Seorang yang pro aktif yang diperlakukan buruk akan lebih dahulu berpikir, dan tidak mengikuti perasaannya semata, namun mengacu pada nilai hidup yang dianutnya. Ia kemudian dapat meresponi tindakan buruk seseorang dengan elegan tanpa harus membuat dirinya merasa disepelekan. Pro aktif berbeda pula dengan sikap Reaktif. Sikap reaktif hanya berfokus pada hal-hal di luar dirinya. Ia merasa tidak memiliki kendali atas hidupnya. Ia merasa segala sesuatu sudah seperti yang seharusnya berjalan.

Covey merekam bahasa-bahasa yang biasanya keluar dari pada orang-orang proaktif seperti,

Orang ProaktifOrang Reaktif
Mari kita lihat alternative yang kita milikiTidak ada lagi yang dapat saya lakukan
Saya dapat memilih pendekatan yang berbedaMemang sudah begitulah saya
Saya mengendalikan perasaan saya sendiriIa membuatku begitu marah
Saya kira dapatMereka tidak akan mengizinkan itu
Saya memilihSaya tidak bisa
Saya lebih sukaSaya harus
Saya akanSeandainya saja
Saya akan makan di siniTerserah anda saja

Bahasa-bahasa orang yang reaktif biasanya memiliki ciri khas yaitu ‘Saya tidak bertanggung jawab, saya tidak dapat memilih respons saya’. Berbeda dengan orang yang proaktif yang memilih bertanggung jawab, memilih tidak dikendalikan lingkungan sekitarnya, dan tetap memilih untuk memiliki kebebasan untuk memilih dan bersikap.

Memilih Meluaskan Pengaruh dari pada Di pengaruhi Lingkungan

“ Satu kali Budi bekerja di suatu Organisasi. Di dalamnya, ia dipimpin oleh seorang manajer yang cekatan, kreatif, penuh dengan visi. Namun, si manager ini seringkali memperlakukan orang yang dipimpinnya seperti suruhan. Ia menyuruh sana-sini, buat ini, buat itu. Kerjakan ini, kerjakan itu. Banyak dari rekan-rekan kerja budi  berkumpul pada istirahat siang hari di sudut ruang untuk membicarakan perlakukan yang mereka terima dari si manager.

Satu kali rekannya budi mengatakan bahwa si manager baru saja menyuruhnya mengerjakan ulang pekerjaan yang ia lakukan karena tidak sesuai dengan permintaan manager tersebut. Hal ini tentu menjengkelkan dan membuat rekan si budi kembali mengeluhkan hal ini di waktu istirahat siang bersama rekan-rekan lainnya.

Budi seorang yang proaktif. Ia tidak menyangkal bahwa managernya seorang yang otoriter, namun disisi lain ia mengamati dengan cermat apa yang diharapkan oleh managernya untuk dilakukan anggotanya. Ia mencoba mencermati apa keinginannya, ia berpikir layaknya si manager tersebut. Dari pengamatan inilah ia kemudian melakukan pekerjaan yang disuruh. Ternyata si manager menyukai hasil pekerjaannya. Manajernya bahkan takjub bahwa ada anggotanya yang mampu menghasilkan pekerjaan persis seperti yang ia minta

Akhirnya, di pekerjaan-pekerjaan lainnya, budi selalu dimintai saran dan tanggapan oleh si manager. Budi meluaskan pengaruhnya. “

Dari cerita di atas kita dapat melihat perbedaan antara Budi dan rekan kerja lainnya. Sikap inilah yang di dorong oleh Stephen Covey untuk diikuti. Budi bersikap proaktif. Alih-alih mengikuti rekan kerjanya mengeluh kan sikap dan pekerjaan mereka, ia memilih mencermati dan bekerja sesuai dengan yang diingin kan si manager. Sikap Pro aktif nya sekaligusnya meluaskan pengaruhnya.

Budi memilih untuk ‘menjadi’ daripada ‘seandainya mempunyai’. Rekan-rekannya mengeluh di setiap siang hari, meratapi keadaannya dan selalu berkata ‘seandainya saya mempunyai manager yang baik, yang begini dan yang begitu’. Sedangkan Budi  berpikir ‘saya harus membuat seperti ini, saya harus jadi seperti ini, saya harus membuat laporan seperti ini’. Dia berfokus memperbaiki dirinya, cara kerjanya daripada menyalahkan lingkungannya.

Tantangan 30 Hari

Kini, Stephen Covey menantang kita untuk dapat membiasakan diri menjadi seorang yang pro aktif. Jadilah sinar, bukan hakim, Jadilah model bukan hanya kritikus. Jadilah bagian dari solusi buka hanya bagian dari masalah. Hindari berargumen untuk kelemahan orang lain, hindari berargumen untuk kelemahan anda sendiri. Jika berbuat salah akuilah, perbaikilah dan belajar segera darinya.

Tantangan kebiasaan pro aktif ini akan terlihat dari sikap kita menyikapi kemacetan lalu lintas, bagaimana kita berespon terhadap orang yang memarahi kita, orang yang menyenggol kita di jalan.  Kita bertanggung jawab atas diri kita, atas respons yang kita berikan.

Leave a comment